Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Paul Walker, antara Jalan Hidup dan Jalan Raya

Paul Walker dalam sebuah adegan The Fast and The Furious 6
- Oleh Arta Nusakristupa

Kemarin, kita dikejutkan oleh berita duka. Paul William Walker IV atau akrab dipanggil Paul Walker, pemeran utama film-film The Fast and The Furious tewas dalam sebuah kecelakaan mobil. Aktor kelahiran 12 September 1973 ini mulai terkenal pada 1999 lewat perannya dalam Varsity Blues. Tapi, dia menjadi superstar setelah berperan sebagai Brian O'Conner dalam serial-serial film kebut-kebutan bersama Vin Diesel.

Ini menjadi kehilangan yang menyesakkan bagi para penggemarnya. Sebab, sekuel terbaru The Fast and The Furious baru beberapa bulan lalu menyapa bioskop-bioskop kita. Dan sempat heboh, karena film itu melibatkan aktor laga Indonesia: Joe Taslim.

Bagaimana Paul Walker bisa tewas?

Ceritanya masih belum terlalu jelas. Namun kurang-lebih begini. Pada 30 November 2013, sekitar pukul 15:30 waktu setempat, Paul Walker dan seorang temannya balik dari sebuah acara amal yang dihelat untuk menolong korban bencana di Filipina. Mereka pulang mengendarai Porsche Carrera GT warna merah. Bukan si Paul Walker yang menyetir. Tapi temannya.

Nah, mungkin si pengemudi berpikir, “Hei, buat apa naik Porsche kalau cuma lari 50 mil/jam!” Lalu, diinjaklah pedal gas lebih dalam. Sampai akhirnya mobil berayun di luar kendali. Lantas, jebret! Mereka menabrak tiang lampu dan pohon di Valencia, Santa Clarita, California. Bak adegan di film The Fast and The Furious, mereka terjepit di dalam sana. Mobil pun meledak dan terbakar. Sheriff Los Angeles menyatakan, dua orang di dalam Porsche itu meninggal di tempat.

Kematian Paul Walker ini menambah panjang selebritas yang mati di jalan raya. Di Indonesia pun banyak saya rasa. Yang masih hangat di ingatan adalah Ustadz Jeffry alias Uje yang mengendarai Ninja-nya lalu menabrak pohon. Tapi yang mungkin sudah agak kita lupa adalah Taufik Savalas. Idola saya.

Mengenang komedian tambun, Taufik Savalas, adalah mengenang indahnya sebuah jalan hidup seorang manusia sekaligus marabahaya di jalan raya. Jalan hidup dan jalan raya sebenarnya adalah dua arah yang berbeda. Tapi, di negeri ini dua arah itu dapat berpapasan kapan saja.

Tumbuh sebagai anak-anak di sebuah gang sempit dan padat penghuni di daerah Jembatan Lima, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Taufik seperti debu yang sepanjang waktu dihempas dan diterpa ganasnya kehidupan Ibukota. Tapi jalan hidup yang dilaluinya adalah sebuah keindahan versi muram. Bayangkan, untuk menyambung hidupnya yang tidak lucu, komedian ini pernah menjadi penjaga penitipan sandal di masjid, bergelantungan sebagai kenek angkot, juga sebagai tukang aduk semen.

Taufik baru diakui sebagai salah satu komedian papan atas di negeri ini setelah sukses membawakan acara humor di Radio Suara Kejayaan. Bagaimanapun, "Saya berusaha hidup seimbang," katanya. Inilah yang membuat Taufik menjadi berbeda dengan kebanyakan selebritas. Dia nyaris tak pernah diterpa gosip miring seperti teman-teman seprofesinya.

Sepulang dari tanah suci, Taufik seperti berusaha untuk terus merapikan dan menata hidupnya. Dia mengatakan, "Saya akan mengirit popularitas saya. Dua kali dalam seminggu muncul di televisi sudah cukup."

Namun, niat untuk mengerem tersebut ternyata terasa begitu mendadak. Jalan panjang yang dia bangun dari sebuah gang sempit di Jembatan Lima itu terlanjur terpangkas di jalan raya Purworejo, Jawa Tengah. Mobil yang dia tumpangi sepulang mengisi acara lucu-lucuan dari Jogjakarta dilibas truk pengangkut semen hingga remuk tak berbentuk. Taufik Savalas tewas seketika dalam tabrakan tersebut.



Begitulah jalan hidup. Dan, beginilah jalan raya kita. Hidup bisa dititi dengan teramat hati-hati. Namun, di jalan raya, kita seperti menitipkan nyawa. Sopir-sopir bus bisa saja tiba-tiba menjadi penentu hidup-mati para penumpang yang diangkutnya. Rem blong, pengemudi mengantuk, kecepatan tinggi (seperti dalam kasus Paul Walker), radiator bocor, main zig-zag adalah penyebab kecelakaan yang jamak.

Kalau Anda berkendara antarkota dengan city car atau mungkin sepeda motor, bersiaplah diperlakukan seperti kelinci yang siap digasak para serigala atau singa jalan raya. Lihatlah senyum para sopir bus dan truk pengangkut tanah itu. Mereka seperti di puncak bahagia ketika mobil-mobil kecil yang dipapasnya pontang-panting ketakutan.

Sedih saya mengamati bahwa setiap tahun pada musim liburan sekolah, ada saja rombongan anak sekolah yang busnya nyemplung jurang, terbakar atau tabrakan. Anak-anak yang ingin bergembira itu seperti menjadi pemuas sopir-sopir ceroboh yang getol mengejar setoran.

Makanya, jika Anda sudah punya anak yang mulai setir mobil atau minimal motor, selalu ingatkan mereka bahwa nyawa hanya satu. Tidak perlu gagah-gagahan. Kurang gagah apa coba Paul Walker di film The Fast and The Furious? Dengan lengannya yang kekar dan refleksnya yang teruji, dia piawai melenggak-lenggokkan mobil yang ditenagai NOS. Tapi akhirnya, tetap berakhir ironis (entah bagaimana kelanjutan syuting The Fast and The Furious 7).

Bedakan antara serunya produk fiksi dan realita. Jangan membunuh orang-orang di jalan raya. Dan usahakan juga jangan terbunuh. Serius. Pesan ini juga berlaku bagi Anda dan saya.

Post a Comment for "Paul Walker, antara Jalan Hidup dan Jalan Raya"